Delacroix meluncurkan single sekaligus video lirik “Nyanyian Sang Enggang” di kanal Youtube. Secara singkat, lagu ini merekam berbagai masalah dan keresahan terkait dengan situasi sosial saat ini, mulai dari persoalan politik, alam dan lingkungan.
“Masalah asap terjadi saban tahun, saat ini berada pada puncaknya, kebetulan sebagian dari kami berasal dari Kalimantan, jengah karena kami pernah merasakannya secara langsung,” kata sang vokalis, Alexander Haryanto, Selasa (10/9/2019).
Bahkan, masalah ini turut melumpuhkan kegiatan belajar mengajar di sekolah. “Itu yang bikin kami iba,” lanjut dia.
Secara bersamaan pula, judul lagu ini adalah “Nyanyian Sang Enggang,” di mana Enggang adalah burung asal Kalimantan yang tinggal di hutan-hutan, yang dihormati orang-orang Dayak. Untuk itu tidak hanya manusianya saja yang terkena dampak, mahkluk hidup di sana juga ikut menjadi korban.
“Di sisi lain, kami menolak untuk mengatakan masalah ini disebabkan oleh para peladang, karena para peladang ini sudah melakukan tradisi ini sejak ratusan tahun yang lalu dan mereka punya ritual sendiri agar tidak terjadi kebakaran secara masif,” ungkap Alex.
Tak hanya menyoroti masalah kabut asap, Delacroix juga menyoroti masalah rasisme yang menimpa mahasiswa Papua, yang berujung pada aksi besar-besaran, bahkan berita terakhir menyebut ada 300 mahasiswa Papua yang kembali ke daerahnya.
“Semoga kasus seperti ini tidak terulang lagi, bagaimana pun mereka adalah saudara kita, setidaknya mengambil langkah seperti yang dilakukan Presiden Gus Dur, di mana dia menggunakan pendekatan yang jauh lebih manusiawi untuk menyelesaikan masalah ketimpangan di sana, kami pikir, sosok seperti Gus Dur yang dibutuhkan saat ini,” kata dia.
Kasus Papua ini, menurut Delacroix, sama seperti yang pernah dialami dialami penyanyi Nat King Cole dan Billie Holiday di Amerika beberapa puluh tahun lalu. “Semoga rasisme tidak pernah terjadi lagi,” harapan mereka.
Selain itu, lagu ini juga mereka persembahkan kepada Gus Dur, yang banyak berjasa terhadap kaum-kaum minoritas. Menurut Delacroix, Gus Dur melakukan sesuatu yang luar biasa, meskipun hanya dua tahun memimpin Indonesia. Sampai saat ini, pernyataan-pertanyaannya masih dipakai untuk menjadi “bumper” yang melindungi kaum minoritas, mulai dari etnis Cina, Papua dan masalah lainnya pernah merasa tersentuh oleh Gus Dur.
Selain Gus Dur, lagu ini juga ditujukan untuk menghormati sosok Munir yang masih terus disuarakan sampai hari ini. Tak lupa juga sosok penyair WS Rendra, Widji Tukul dan Pramoedya Ananta Toer yang bicara soal kemanusiaan dalam karya-karyanya.
Delacroix adalah projek musik yang didirikan di Yogyakarta pada 2017 oleh Alexander Haryanto (vokalis, gitar) sekaligus jurnalis, Adi Wijaya (piano, keyboard) sekaligus dosen ISI Yogyakarta, kemudian Tito (drum). Posisi gitar sempat diisi oleh Iago Bozou dan bass diisi Riky Yonda. Namun keduanya vakum , posisi gitar kini diisi oleh Rimanda Sinaga dan Bornie pada bass, mereka adalah alumni ISI Yogyakarta.
Sampai saat ini mereka sudah menelurkan mini album berjudul “Nyanyian Sang Enggang.” yang dirilis Hell Hammer Record.
=======================================================================================
For more info
Instagram: delacroixmusik